Menjemput Keadilan Melawan Tambang Emas Tumpang Pitu

Lingkaran Solidaritas
3 min readJan 19, 2018

--

“and If you tolerate this, then your children will be next”
-Manic Street Preachers

Beberapa dari kita mungkin tidak pernah mendengar nama Budi Pego, sebagian lagi pernah samar membacanya dan terlewat begitu saja. Namun, saya tidak ingin anda mengingat nama ini, saya hanya ingin anda tidak melupakannya. Bukan tentang nama, namun tentang bagaimana tirani modal memakai kekuasaan untuk menindas suara rakyat.

Sebelum ini semua, Budi menjalani hidupnya seperti kita semua: bekerja sebaik-baiknya untuk keluarga dan orang-orang tercintanya. Dia pernah menjadi TKI, dia pernah menjadi buruh, lalu kemudian dia bertani buah naga di kampungnya: Desa Sumber Agung, Kec. Pesanggaran, Kab. Banyuwangi. Sampai kemudian gunung Tumpang Pitu tempat dia tinggal dan bekerja sebagai petani mendadak dijadikan sebagai kawasan pertambangan emas.

Budi menolak, dia tidak ingin kawasannya dihancurkan. Oleh karena itu dia harus dibungkam.

Aksi Budi biasa saja. Bersama warga yang turut menolak pertambangan emas Tumpang Pitu, Budi membuat spanduk protes, dan hendak memasangnya di jalan-jalan kampungnya. Budi ingat betul jumlah spanduk yang dibuatnya ada sebelas, dan seluruh proses pengerjaan dimonitor oleh petugas kepolisian. Mereka turut menunggu saat warga membuat spanduk, dan memotret spanduk-spanduk yang dibuat warga tersebut.

Jika ada spanduk yang mengancam “keselamatan Negara,” Polisi yang berjaga disana adalah pihak pertama yang akan bisa mengendusnya. Tapi tidak ada yang aneh di hari itu. Lalu aksi pun berjalan normal. Polisi ikut berjaga dan awak media turut mengabadikan. Aksi hari itu selesai juga dengan biasa-biasa saja. Tidak ada satupun yang menyinggung apa-apa tentang palu arit, Marxisme-leninisme, ataupun bahaya makar. Semua pulang dengan biasa-biasa saja.

Namun tiba-tiba, esoknya Budi dilaporkan atas tindakan yang sangat berbahaya: menyebarkan ajaran komunisme dengan bukti munculnya gambar palu arit ketika Budi mengadakan demonstrasi. Budi ditahan. Budi diajukan ke pengadilan, bahkan tanpa bukti-buktiyang memadai. (satu-satuya petunjuk yang diberikan Jaksa adalah rekaman video yang memunculkan spanduk dengan gambar mirip palu arit.

Bukti spanduk itu sendiri tidak pernah bisa dihadirkan ke pengadilan, dan tidak ada satupun saksi yang bisa menerangkan bahwa Budi yang membuat gambar spanduk tersebut)

Kisah Budi bukan satu-satunya usaha kriminalisasi untuk membungkam suara rakyat yang menolak ditundukkan oleh kuasa investasi yang merusak. Pada kasus Tumpang Pitu saja, telah terjadi lima kali usaha kriminalisasi terhadap setidaknya sebelas warga! Di seluruh jawa Timur pada tahun 2017 ada 38 orang yang tersangkut kasus kriminalisasi (baik baru maupun laten) karena mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman kehancuran ekologis. Angka ini tidak sedang bergerak turun!

Selasa, 23 Januari 2018 akan menjadi sidang putusan untuk kasus Budi di PN Banyuwangi. Pada putusan kasus ini tersimpan pula masa depan keselamatan para pejuang lingkungan hidup. Kegagalan kita merespon putusan sidang kasus ini akan menjadi penanda tentang ancaman kriminalisasi yang akan kita hadapi nantinya. Ini bukan sekedar tentang Budi, bukan sekedar persoalan Tumpang Pitu, bukan juga hanya soal komunisme.

Nama Budi bisa berganti yang lain, dan tuduhan kommunisme bisa diubah menjadi tuduhan provokasi, pendukung aliran radikal, melawan aparat negara, anarkis (atau anarko bagi yang membaca dari kejauhan), perusakan, pencemaran nama baik, penculikan, dan lain sebagainya, anda bahkan bisa membuat berbagai skenario paling imajinatif untuk memasukkan para pejuang lingkungan kedalam jebakan kriminalisasi.

Toh, mengimajinasikan seorang petani kampung yang bahkan tidak pernah menyentuh satupun literatur tentang komunisme sebagai seorang yang mampu menyebarkan komunisme pun bisa dilakukan oleh polisi dan Jaksa Penuntut Umum!

Karena itu, 23 januari 2018 juga merupakan undangan aksi untuk semua orang yang menolak cara keji bernama kriminalisasi ini terus dipakai untuk membungkam suara rakyat. Ini undangan untuk memastikan terpenuhinya hak-hak rakyat. Ini undangan untuk sebuah respon tanding bagi penyelamatan ruang hidup rakyat yang terancam.

Ini undangan untuk kemanusiaan dan akal sehat!

Rere Christanto, Direktur Walhi Jatim. Tulisan ini diambil dari status facebook Rere Christanto pada hari Jumat 19 Januari 2017

--

--